SETAHUN DALAM SEHARI
Mentari mulai
menampakan sinarnya, menyoroti mata ini
seakan memaksa diri untuk bangkit dari mimpi indah dan kembali kepada realiti.
Burung-burung pun bernyanyi sangat merdu, dan nampak bunga-bunga taman memberi
senyuman, udara sejuk pun menyambutku dengan lembut. Kupanjatkan rasa syukur
masih dapat bertemu dan mendengarkan kicauan indah mereka sambil merasakan
hangatnya pelukan sang mentari juga pemandangan yang sangat memukau di negeri
tercinta. Bernostalgia sesaat mengingat semua kenangan manis bersama mereka,
sahabat sahabat yang sangat ku sayangi.
Tiga tahun yang lalu aku si Kinanti Anastasya
biasa dipanggil Kinan sangat bersemangat memulai hari-hari baru di negeri Paman
Sam. Mendapatkan kesempatan untuk menimba ilmu disana adalah pencapaian
terbesar dalam hidupku. Beasiswa, ya! itu dia gerbang emas yang telah terbuka
untuku meraih mimpi setinggi langit. Bertempat di New York, Amerika Serikat Aquarius
High School nama yang indah. Tempatnya nyaman, bersih, dan rapi serta banyak
juga fasilitas-fasilitas pendidikan yang tersedia.
Aku
dan Laura sahabat ku dari Indonesia yang juga mendapatkan beasiswa pergi untuk
melihat ruangan kelas mungkin masih sangat aneh melihat banyak orang berkulit putih
dan berhidung mancung..hehe alias bule. Ruang kelas ku cukup luas dan bersih, setelah
lelah berkeliling aku dan Laura pun berhenti di sebuah taman yang sangat indah warna
rumputnya hijau segar, lalu kami berdua pun duduk disana sambil terus berbincang-bincang.
Ketika sedang asik mengobrol datang
seorang perempuan dewasa menyapa kami dalam bahasa inggris yang artinya “Hai..apa
kabar? Saya ibu Joanne Smith, apa kamu Kinanti dan Laura?” tanyanya dengan
ramah. Kemudian Laura menjawab “Ya, benar saya Laura dan ini Kinanti. Ada apa
ya?”. “Syukurlah, dari tadi saya mencari kalian kemana mana ternyata disini,
saya orang tua angkat kalian yang akan
menjaga dan mengurusi segala keperluan kalian di New York selama setahun setelah
itu kalian akan hidup mandiri.” Jelas ibu itu. “Wah, ku kira kita akan langsung
hidup mandiri disini.” Kata Laura “Tidak, kalian akan tinggal bersama saya
dulu, okee dan sekarang ayo ikut saya di luar sangat dingin”. Ajak beliau “Baiklah”
Tanpa berpikir panjang kami pun mengikuti ibu itu menuju ke tempat parkir.
Perjalanannya yang tidak terlalu jauh pun ditempuh
dan sampailah kami di sebuah rumah berasitektur kuno dan klasik suasana disana
terasa begitu hangat dan nyaman istilahnya homie ditambah banyak pohon pinus
dan cemara yang tumbuh tinggi. Jauh akan suasana kota yang ramai, tak pernah
aku bayangkan, Hebat!!! ini di tengah kota New
York seketika aku pun jatuh hati pada New York. Terlintas dibenakku akan
kota Jakarta si tempat tinggal yang tak senyaman ini berubah menjadi kota yang
indah dan asri walaupun begitu aku tetap cinta kok sama My Beloved Country
Indonesia (Negeri Tercinta ku Indonesia) .
Kaki melangkah dengan lemas turun dari mobil Range Rover yang begitu
nyaman dan keren, udara terasa begitu segar namun sangat dingin aku baru
terbangun dari tidur ku. Terlihat ibu Anne sedang sibuk mengeluarkan
barang-barang dan begitupun Laura karena tak ingin merepotkan aku pun ikut membantunya.
Setelah selesai berberes-beres aku
dan Laura masuk ke kamar lalu segera beristirahat. Malam pertamaku di New York
tak berjalan lancar aku sangat merindukan rumah, ayah, ibu dan adik kecilku Michika.
Tak bisa tidur akhirnya itulah yang ku alami keluar rumah duduk di depan teras
kuharap bisa menolong, ya tuhan betapa bersyukurnya diriku atas segala nikmat
yang engkau berikan dunia yang begitu luas dan indah ini sekarang terpapar
jelas didepan mataku, benar benar sangat mengagumkan. Patung liberty terlihat
begitu kecil dari sini suara jangkrik yang manis menemaniku namun hari semakin
larut dan udara pun semakin dingin sampai-sampai menusuk tulang rusukku. Sehelai
selimut kecil hadiah dari ibu sekarang memelukku dengan lembut dan menambah
rasa rindu. Setelah mata ini mulai mengantuk aku masuk kembali ke dalam pergi
tidur dan menikmati dunia mimpi yang penuh fantasi.
Pagi itu di New York cuaca nya tidak
terlalu bagus, tak secerah biasanya. Awan yang mendung serta gerimis yang ikut
mengguyur menjadi pemandangan pertamaku memulai hari baru di negeri Paman Sam. Ibu
Anne menyediakan sarapan pancake dan coklat panas untuk menghangatkan tubuh ku
dan Laura.
“Tiin..Tiin..” suara bus sekolah
sudah tiba kami pun segera keluar, dan ini dia pengalaman yang tak pernah aku dapatkan
di Jakarta yaa si mobil kuning dengan goresan hitam SCHOOL BUS alias bus sekolah. Di dalam bus sangat ramai, maklum
anak anak SMA dimana pun sama saja kaan?? Banyak dari mereka yang memakai
sweater dan coat mungkin karena kedinginan. Mereka semua terlihat hebat, keren,
dan cerdas-cerdas dan yang paling menonjol sih berkulit putih seputih susu dan
tinggi setinggi pohon kelapa..Wah.. berlebihan banget yaa aku
Sampai di sekolah hatiku sangat
senang walau cuaca hari ini membuatku sangat malas, wajar saja aku tak suka
hujan ya itu dia alasannya. Matahari? aku sangat mengaguminya ku pikir dia
sangat manis.
Bel pun berdering dan saatnya
memulai pelajaran…
Seorang lelaki dengan tas hitam yang
ditentengnya masuk dan menyapa kami. Aku, Laura dan murid-murid lainnya pun
saling memperkenalkan diri. Mereka semua baik ramah dan mudah bergaul aku pun
cepat memiliki banyak teman. Setelah selesai introduce alias perkenalan kami
pun diberi waktu bebas untuk berkeliling sekolah yaa karena kan ini pengalaman
baru. Aku, Laura dan kedua teman baruku Popy dan Molly pergi bersama dan
sampailah kami di ruang kesenian.
Wah!!! hatiku langsung
berbunga-bunga melihat alat-alat musik di kanan kiri sungguh hal yang luar
biasa. Piano, gitar, biola, saxophone, dan lain-lain rasanya ingin segera
kumainkan mereka satu persatu. Lain halnya dengan Laura yang sangat suka
melukis ia sangat sibuk dan serius memandangi lukisan-lukisan kuno yang
menurutku membosankan begitu juga dengan Molly. Tetapi kemana Popy? Terlihat di
pojok ruangan ia sedang menari dengan sangat gemulai menikmati alunan musik
dari ruangan balet benar-benar indah dia terlihat seperti malaikat yang turun
dari langit sangat bersinar begitu menghayatinya.
Dia pun sadar kalau kami
memperhatikannya dan langsung tersipu malu. “Plok..Plok..Plok..” suara itu
terdengar dari balik badan ku ternyata ia adalah pelatih kesenian Mrs. Emily Rose.
Aku dan teman-teman meminta maaf karena telah lancang masuk ke ruangan ini. Sungguh
mengejutkan ternyata beliau tidak marah justru sangat senang. “Wow, that’s
amazing!! (wow, itu sangat menakjubkan)” puji ibu Emily.. beliau juga
menambahkan kalau kami punya bakat dan ketertarikan yang berbeda dan harus
terus dikembangkan. Betapa senangnya hatiku mendengar itu.. Dan bangganya lagi beliau tahu kalo aku suka
musik katanya terlihat dari wajahku yang terlihat lucu dan seperti tidak ada
beban selalu bahagia..haha ada ada saja kan. Setelah itu kami semua kembali ke
kelas.
Dijalan menuju kelas aku terus
memuji Popy dia sungguh berbakat sudah seperti penari profesional tapi ia
bilang itu hanya hobbi. Orang tua nya tidak suka kalau Popy menari mereka pikir
menari hanya membuang waktu tidak bermanfaat dan tak ada gunanya di masa depan.
Kasihan sekali Popy, wajar saja ayah Popy adalah seorang yang bisa dibilang
sukses dalam bidang bisnis, jadi ia sangat menginginkan Popy menjadi seoarang pengusaha
melanjutkan bisnis nya. Padahal mimpi Popy adalah menjadi seorang penari balet profesional.
Aku terus menyemangatinya bahwa ia pasti bisa dan nanti orang tuanya pasti akan
mengerti.
Keesokan harinya, hari belajar
pun mulai aktif mumpung sedang berada di
Amerika aku pun terus mengasah kemampuan ku di bidang musik bersama dengan Laura,
Popy dan Molly kami sering ke ruang kesenian di jam istirahat ataupun pulang
sekolah. Ibu Emily pun sangat baik melatih kami dan murid-murid lainnya. Aku
sangat senang pengalaman ini tak akan pernah aku lupakan.
Hari demi hari belajar di New York,
banyak sekali pengalaman yang telah aku lewati disini bersama teman-teman
terbaikku dan tak terasa sudah hampir setahun kami belajar di kelas 1 yang
penuh warna ini. Untuk menempuh ujian akhir semester aku dan teman-teman belajar
bersama, ketika sedang belajar di perpustakaan terdengar suara pengumuman yang
isinya: ANNOUNCEMENT”
(pengumuman) dalam rangka hari kelulusan
untuk kelas 3 SMA akan diadakan sebuah pertunjukan perpisahan. Bagi sisiwa yang
berminat untuk ikut berpatisipasi dalam acara ini harap mendaftar. Pertunjukan
yang akan ditampilkan bebas. Thank you J
Setelah mendengar pengumuman itu
jantungku berdegup kencang. Aku harus ikut!!! ya itu dia yang aku pikirkan.
Selama ini telah berlatih musik jadi mungkin aku akan menampilkan itu. Popy
juga berniat untuk menari balet, tak ingin membuang waktu kami segera
mendaftar. Setelah itu kami pun terus berlatih mempersiapkan segala keperluan
menuju pentas dan juga belajar untuk menghadapi ujian.
Suatu ketika saat sedang berlatih tiba-tiba Popy
terjatuh dan kakinya terkilir ia merintih kesakitan. Ibu Emily segera
mengeceknya ketika dilihat ternyata pergelangan kakinya yang terkilir. Agar
tidak berakibat fatal Popy dibawa ke rumah sakit dan sayangnya kedua orang tua Popy
mengetahui hal itu. Kalian tahu apa yang
terjadi? Ya! orang tuanya marah besar terutama ayahnya. Popy berusaha membela
diri ia bilang “Ayah aku baik-baik saja kok, ku mohon jangan marah yah..”Popy
sangat takut ia pun menangis , aku hanya dapat menenangkan Popy sambil berusaha
untuk membendung air mata dari pelupuk mataku agar tidak mengalir. “Sudah ayah
bilang jangan menari lagi Popy, lihat kan sekarang inilah akibatnya”. Bentak
ayah Popy dengan rawut muka yang begitu marah.
“Tidak ayah aku suka menari, aku
ingin terus menari aku tidak peduli ayah izinkan atau tidak aku tetap akan
menari. Aku tidak ingin menjadi apa yang ayah inginkan. Aku mempunyai mimpi
yah..” kata Popy dengan tegas.
“Mimpi? Apa yang kamu pahami tentang
mimpi? Pikirkan masa depan mu Popy”
jawab ayahnya keras.
“Ya, aku tahu apa yang terbaik yah
aku sudah besar dan inilah mimpiku tolong mengerti yaah.. jangan buat aku
berhenti bermimpi ” jawab Popy dengan nada marah.
“Apa ayah buat kamu berhenti
bermimpi? Urgh! Kamu..ini…” belum sempat melanjutkan kata-kata nya datang ibu
nya Popy yang berusaha untuk menghentikan pertengkaran mereka berdua. Baru kali
ini aku lihat Popy begitu marah rasanya takut untuk melihat pertengkaran
mereka. Lutuku pun lemas menahan tubuhku yang rapuh ini seperti Coloseum yang
akan runtuh. Untung saja pertengkaran itu tak berlangsung lama.
Keesokan harinya Popy sudah kembali
bersekolah. Tetapi sayangnya kabar buruk kuterima ayahnya meminta Popy untuk pindah
sekolah. Mungkin ia sudah tidak bisa menari lagi setelah ini. Aku sangat kaget,
sedih, kesal, marah dan tak tahu harus melakukan apa jika aku ada di posisi Popy
aku pun tak tahu harus apa, hanya menuruti perintah mungkin itu jalan terbaik.
Sangat sedih melihat Popy yang harus meninggalkan mimpinya, aku pun meneteskan
air mata yang sudah tak terbendung lagi mereka mengalir sederas air terjun
Niagara tetapi dengan besar hati sahabat ku yang kuat ini tersenyum sambil
berkata “Hei, Kinan jangan menangis dong aku gak apa-apa kok mungkin belum
saatnya atau memang menari bukanlah jalanku dan bukan tempat yang baik bagiku
untuk melukis hidup ini”. Terkejut hati ku mendengar itu kupeluk Popy dengan
erat, tak kan ku biarkan ia melepaskan setetes pun air mata yang ia miliki di
matanya yang indah.
Aku tahu dibalik senyumannya yang
selalu manis ia menyimpan sebuah kesedihan yang dalam aku tahu ia sangat ingin
menjadi penari, penari yang selalu menari bak malaikat yang suci, dan bagaimana
perasaannya saat ini jangan ditanya pasti sangat hacur berkeping-keping seperti
bingkai yang jatuh dari dinding yang tinggi.
Aku sangat mengharagi ucapannya itu,
sambil kepeluk dirinya “Popy aku pasti akan bantu kamu bagaimana pun caranya
mimpimu itu harus tercapai, tak ada yang tak mungkin selama kita berusaha
melakukan yang terbaik Popy kamu tidak boleh sedih dan menyerah harus
semangat!!! Kamu itu hebat, cantik dan berbakat, aku janji Popy pegang janjiku
itu” aku berusaha untuk menyemangatinya dan kuharap kau bisa menepati janji itu.
“Thanks Kinan You’re my Bestfriend!” jawabnya sambil tersenyum tipis. “I’m
Promise” aku janji ya! itu yang aku katakan pada Popy
Seminggu kemudian tiba saatnya ujian
dan setelah itu Popy akan pindah, tak dapat aku bayangkan bagaimana hari itu
akan terjadi. Kakinya sudah sembuh sekarang dan dia harus menari lagi! tetapi Popy
terus berusah keras menahan dirinya agar tak menari. Aku pun harus menepati
janji itu janji dimana diriku akan menjadi seorang pengwujud mimpi ya bisa
dibilang begitu.
Mengisi waktu luang yang ada, dibawah
pohon yang rindang ku bernyanyi sebuah lagu judulnya “Don’t Stop Dancing”
artinya jangan berhenti menari dengan memetik dawai-dawai gitar cokelat
mengkilat ku yang mempesona terbuat dari
kayu cendana yang sangat harum aromanya ku memaikan nada nada yang mengandung
arti mendalam.
Detik terus berjalan dan akhirnya
kutemukan duniaku bersama alam. Lirik lagu itu penuh semangat dan mengajarkan
kita untuk tidak mudah menyerah terhadap mimpi, mimpi yang ada di depan mata
maupun di depan raga. Angin terasa begitu sejuk mengelus-ngelus tubuh ini
dengan lembut, daun-daun kering pun berguguran, dan rumput hijau menari
kesana-kemari memperlihatkan keelokannya yang memukau. Mentari bersinar terang menambah keelokan itu dengan
sorotan sinarnya yang tajam, danau diseberang bagaikan bumi yang sedang
bercermin menunjukan kecantikannya, sungguh hari yang begitu sempurna.
Aku percaya alam dapat berbicara ia
tahu kalau aku butuh jawaban dan ia punya cara sendiri untuk menjawab itu
semua. Terima kasih tuhan! Berlari aku sekuat tenaga, Ya!! menghampiri Laura
dan Molly yang sedang sibuk melukis. Aku punya sebuah rencana untuk membantu Popy
semoga semua berjalan lancar.
Sabtu pagi aku meminta ibu Emily untuk
menghubungi ayah Popy agar datang ke sekolah. Semua rencana sudah siap, Popy
tidak tahu akan hal ini aku memintanya menjemputku di ruang kesenian setelah
makan siang untuk pergi ke toko buku bersama. Popy tiba di ruang kesenian yang
gelap dan kosong, kuputar sebuah lagu balet yang sangat indah secara diam-diam.
Popy berusaha untuk keluar ruangan setelah mendengar itu, dia harus berhenti
menari. Tetapi kurasa ia tak sanggup lagi dan benar ia mengikuti alunan musik
yang merdu dengan sangat gemulai, terampil, bersemangat , serta penuh hasrat.
Aku merasakan hal itu, hal dimana
aku melihat diri Popy yang sebenarnya. Lampu sorot bermain mengikuti gerakan Popy
kesana kemari bagaikan sinar mentari yang menyoroti rumput hijau. Salju putih
buatan turun dengan lamban membuat suasana lebih indah bagaikan daun daun yang
berguguran. Popy menari bebas seperti angsa putih di danau yang akhirnya
menemukan jati diri. Hatiku tersentuh melihat itu semua, bukan tarian yang
biasa penuh arti yang mendalam benar-benar semua hal yang dapat kulihat dari
tarian itu adalah isi hati Popy selama ini.
Alunan musik berhenti sambutan tepuk
tangan dari ku, ibu Emily, Molly, dan Laura juga dari orang yang tak pernah diduga
akan memberikan itu ayah Popy, ya! beliau disana. Popy sangat kaget dia pun
berlari namun teriakan itu menghentikannya “Tunggu Popy” Popy menoleh dengan
ragu. Ayahnya berdiri didepan nya sekarang beliau setika memeluk Popy yang
sedang diam terpaku. Dia telah sadar akan segalanya mimpi Popy , keinginan Popy,
dan semua hal yang telah ia lupakan tentang melaikat kecilnya yang manis yang sekarang
telah tumbuh dewasa. Selama ini ia telah dibutakan oleh materi serta dunia
bisnis yang nantinya kan ia lupakan. Susana pun menjadi hening dan mengharukan.
Sampai dimana kata-kata ini membuat air mataku mengalir lagi dan lagi “Maafkan
ayah Popy, ayah sangat menyayangimu, kejarlah mimpimu nak”.
Aku sangat senang melihat itu semua
rencana yang kubuat pun berhasil terima kasih tuhan dan alam ku yang cantik
sudah memberi inspirasi, teman-teman serta guru ku yang juga membantu
menyukseskan. Air mata kebahagian memenuhi rungan itu.
Popy menghampiriku memelukku dengan
erat “THANK U KINAN” dia tak henti-hentinya meneteskan air mata aku pun
meledeknya “Hei Popy jangan menangis…” belum sempat kulanjutkan perkataan itu dia
mengencangkan peluknya yang membuat ku hampir tak bisa bernapas “Hei lepas aku
tak bisa bernapas nih” kami semua pun tertawa lepas
Hari Sabtu penuh arti telah berlalu
dan sekarang tiba saatnya untukku dan Popy menunjukan bakat kami dan seberapa besar
keinginan kami untuk meraih mimpi. Tema acara kelulusan “DREAMING” (bermimpi)
cocok sekali! aku berduet dengan Popy, dia menari dan aku bermain piano membawakan
lagu yang begitu indah “My Heart Will Go On” soundtrack film Titanic.
Acara berjalan lancar aku dan Popy
bisa dibilang sukses..hehe. tapi kurasa sangat sukses untuk Popy. Setelah
setahun penuh arti di kelas 1 aku pun melanjutkan study ku di Amerika tanpa
orang tua angkat bersama sahabat-sahabat terbaikku. Popy sudah fokus di dunia
tari dia melanjutkan sekolah di sekolah kesenian aku sangat senang mendengar
itu. Kami pun terus berhubungan sampai sekarang chatting ataupun berkirim surat.
Dan bangganya diriku setelah dua tahun melanjutkan study aku terpilih sebagai
murid lulusan terbaik dan berhasil melanjutkan pendidikan di Universitas
terbaik di Amerika yaitu Colombia University kampusnya presiden Barack Husein
Obama.
Tiga tahun pun sudah terhitung
sampai sekarang dimana tempatku duduk ini melihat televisi Popy sahabatku
sedang menari dengan cantiknya dan diakhir acara dia berkata “Thank u Kinan”
hati ku pun luluh ternyata ia masih ingat dengan ku. Sungguh pengalaman setahun
bersamanya sangat berarti dalam hidup ini dan tak pernah dapat aku lupakan itu
semua karena akan selalu kubawa kemanapun sampai tiba waktunya dimana aku harus
melupakan itu semua. Aku harap tak ada lagi air mata dalam kehidupan mereka
sahabat-sahabatku karena mereka harus selalu tersenyum menjalani hidup penuh
warna ini.
Cukup berostalgia membuat air mata
dari pelupukku mataku jatuh juga, membuat mulutku tak berhenti untuk tersenyum,
membuat kepalaku tak berhenti untuk menggangguk dan menggeleng. Hidup ini
memang sungguh unik “SETAHUN DALAM SEHARI” yang akan selalu ada dalam hiduku.
-TAMAT-
Oleh:
Virania Syifa M D
No comments:
Post a Comment
DON'T FORGET TO POST YOUR ROSE THOUGHT TOO...I MEAN COMMENT :)